Kamis, 14 Januari 2016

Liburanku


           Saat liburan sekolah semester 1 , saya dan keluarga saya berlibur ke Pagilaran ( kebun teh ). Lokasi Pagilaran ( kebun teh ) berada di kec. Blado, kab. Batang Jawa Tengah. Saya dan keluarga ke Pagilaran mengendarai mobil dan berangkat dari rumah pukul 13.30 sampai disana sekitar jam 3. Sesampai disana saya dan keluarga beristirahat dan sholat. Selesai beristirahat dan sholat saya dan keluarga langsung melanjutkan perjalan menuju ke Pagilaran ( kebun teh ).

           Disana saya dan kakak saya berfoto-foto karena di Pagilaran itu pemandangannya sangat bagus sekali. Kemudian saya dan keluarga saya berjalan-jalan sambil menghirup udara segar dan  meliat pemandangan yang indah. Pada pukul 17.25 saya dan keluarga melanjutkan perjalan pulang.

          Saat diperjalanan pulang kakak saya meliat penjual durian dan ingin membeli durian itu. Kemudian saya dan keluarga membeli durian diteman kakak saya. Sesudah membeli durian kemudian saya dan keluarga melanjutkan perjalanan pulang. Sesampai di pasekaran ibu saya ditelfon oleh tanten saya dan disuruh berkunjung di kediamannya. Sesampai di tempat kediaman tante saya, saya disana langsung mengajak pulang karena sudah bosan. Akhirnya saya dan keluaga menuju kerumah dan sampai dirumah pada malam hari.

Rabu, 13 Januari 2016


      UPACARA TEDAK SITEN

         Tedak Siten  berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah . Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan.

               Upacara Tedhak Siten  selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.
Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen ), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah  7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro  (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.

TAHAPAN UPACARA TEDAK SITEN :
  • Tahap 1:
Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
  • Tahap 2: 
 Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.
  • Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.
  • Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
  • Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
  • Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.

Selasa, 12 Januari 2016

TRADISI KLIWONAN DI KAB. BATANG



           
 TRADISI KLIWONAN D[ KAB. BATANG


           Batang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang letak geografisnya dibatasi Laut Jawa di utara, Kabupaten Kendal di timur, Kabupaten Banjarnegara di selatan, serta Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan di barat. Kabupaten Batang yang berslogan Batang berkembang ini memiliki salah satu tradisi menarik yang dikenal dengan kliwonan. Kliwonan merupakan acara pasar malam yang diadakan setiap hari kamis wage (malam jum’at kliwon) atau 35 hari sekali bertempatkan di Alun-alun Batang.

           Warga biasanya berbondong-bondong mengunjungi acara tersebut untuk berbelanja ataupun sekedar berjalan-jalan. Para pedagang kaki lima baik dari dalam maupun luar Kabupaten Batang berdatangan memanfaatkan peristiwa ini untuk menjajakan dagangan mereka. Pedagang menganggap berjualan di kliwonan membawa rezeki tersendiri yaitu sebagai penglaris (dagangan mereka akan semakin laris). Pedagang yang berjualan tak hanya berasal dari Kabupaten Batang, Pekalongan dan Weleri, namun banyak pedagang dari luar kota Batang seperti dari Bandung, Lamongan dan lain-lain yang sengaja datang untuk mengais rezeki di kliwonan. Barang yang diperdagangkan beraneka ragam, tapi biasanya relatif sederhana dan murah meriah. Tak hanya dagangan, banyak hiburan merakyat yang dipamerkan di kliwonan sehingga semua kalangan dapat menikmatinya.

             Lokasi kliwonan berada di alun-alun dirasa sangat srategis oleh pengunjung dan pedagang karena letaknya dekat dengan jalan raya. Sehingga pengunjung yang menghadiri semakin bertambah dari tahun ke tahun. Apalagi setelah malam Jumat Kliwon menjadi hari libur resmi bagi kaum pekerja swasta di Kota Batang dan Pekalongan. Selain itu, para buruh mingguan juga rata-rata menerima gaji pada Kamis sore alias malam Jumat Kliwon. Keramaian ini yang kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat kabupaten Batang bahkan masyarahat dari luar kabupaten Batang sekalipun.

             Selain menjadi acara hiburan, kliwonan memiliki manfaat yang sangat penting khususnya bagi masyarakat kabupaten Batang yaitu sebagai sarana untuk mempersatukan masyarakat yang berada di berbagai desa dan kelurahan serta menjadi salah satu faktor penting dalam mewujudkan masyarakat yang rukun, tentram, dan damai. Manfaat untuk para pedagang yang berjualan yaitu dengan adanya kliwonan mereka dapat saling mengenal satu sama lain dan kemudian saling membutuhkan. 

Tadisi kliwonan ini rutin dilakukan oleh warga setempat. Ada mitos mengatakan bahwa akan ada sanksi alam tatkala kliwonan di alun-alun kabupaten Batang tidak dilaksanakan. Ataupun kliwonan tersebut dipindah tempatkan ke lokasi lain selain di alun-alun. Sanksi alam itu berupa kemarahan nenek moyang dan kemarahan pohon beringin yang berbau magis. Pohon itu terletak ditengah alun-alun kabupaten Batang. Zaman dahulu pernah ada cerita, saat kliwonan tidak dilaksanakan terdengar suara ledakan seperti ledakan mercon atau petasan. Setelah diselidiki, suara ledakan tersebut berasal dari pohon beringin. Akan tetapi di tempat tersebut tidak ditemukan adanya bekas kertas-kertas atau sisa-sisa ledakan petasan. Kemudian masyarakat memercayai bahwa suara ledakan itu adalah kemarahan dari pohon beringin.
Ada pula mitos bahwa keberadaan makhluk halus ikut meramaikan tradisi kliwonan. Konon makhluk halus tersebut beramai-ramai datang ke Kliwonan dengan menjelma menjadi manusia biasa. Ada pengakuan dari beberapa masyarakat yang membenarkan keberadaan makhluk halus tersebut. Tetapi makhluk halus tidak mengganggu jalannya tradisi Kliwonan, terbukti dengan adanya tradisi tetap berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala.
Mitos lainnya seperti makan makanan khas kliwonan yaitu gemblong dan klepon memiliki makna tersendiri, yaitu gemblong yang lengket dapat diartikan sebagai kerekatan (persaudaraan) antar masyarakat, kerekatan budaya dan kerekatan jodoh sehubungan mitos ngalap berkah dalam mencari jodoh di tradisi kliwonan. Gemblong yang berwarna putih dapat dilambangkan sebagai kesucian. Sedangkan klepon yang luarnya berwarna hijau dilambangkan sebagai keagamaan, yang artinya tradisi kliwonan (jaman dahulu) sarat dengan nilai-nilai agama, santan dilambangkan sebagai inti perdalaman agama dan cairan gula di dalam klepon yang berwarna merah sebagai lambang keberanian. Namun bagi masyarakat sekarang terkadang tidak terpengaruh oleh mitos tersebut karena memang sebagian ada yang tidak tahu dan jika mereka tahu maka hal itu tidak begitu mempengaruhi mereka. Alasan mereka membeli dan makan gemblong dan klepon hanya karena suka atau memang makanan kegemaran.